Thursday, February 24, 2011

Ebiet G Ade, Mata Pedang Penguasa

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Usia boleh bertambah dan generasi selera seperti baju berganti di badan pemakainya, namun Ebiet G Ade tetap mendapat tempat di hati para penggemarnya. Kali ini, dia melantunkan lagu-lagu lamanya yang berujung pada arahan mata pedang penguasa masa kini. 'Lagu ini agak serius. Kita selalu merindukan pemimpin yang amanah, yang bisa mengarahkan mata pedangnya sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat,' kata lelaki pemakai kacamata minus ini di atas panggung.

Ebiet hadir di Denpasar, Kamis, di depan para tentara yang memperingati Hari Ulang Tahun Emas Komando Resort Militer 163/Wira Satya. 'Sketsa Rembulan Emas', yang digubah bekas pengamen Malioboro, Yogyakarta pada awal dasawarsa '90-an cukup pas untuk dibawakan pada acara itu.

Hadirinnya juga sejumlah pucuk pimpinan di Bali, di antaranya Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dan Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana, Mayor Jenderal TNI Rachmat Budiyanto. Selebihnya adalah para perwira menengah di lingkungan Komando Daerah Militer IX/Udayana yang tekun menyimak kata demi kata syair lagu Ebiet itu.

Sejak awal, Ebiet memang telah diberi talenta khusus untuk membuat syair lagu yang puitis dan selalu pas dengan keadaan dari waktu ke waktu. Sepuluh lagu dia bawakan, kebanyakan tentang cinta. Tentang cinta ini, Ebiet pasti dikaitkan dengan sosok Camelia yang dijadikan nama keempat albumnya, satu nama yang menurut dia, 'Perempuan itu tidak pernah ada, hanya ada dalam kenangan dan rekaanku saja, he he he,' ujarnya.

Rupanya, Bali menjadi tempat yang sangat khusus bagi pria kelahiran Wonodadi, Jawa Tengah, pada 21 April 1954 itu. Bermodal tekad dan kepandaian merangkai kata untuk dijadikan puisi, kawasan Pantai Kuta menjadi tempat dia mencari inspirasi dan sedikit hidup. 'Waktu itu 1975. Untuk bisa melihat pantai saja. Susahnya minta ampun. Banyak semak dan pohon kelapanya. Sekarang cari pohon kelapa yang sulit sekali,' katanya.

Hasil perenungan dia itu pasti ada. Itu adalah 'Gemuruh ombak di Pantai Kuta', sejuk lembut angin di Bukit Kintamani. Langit-langit kamar jadi penuh gambar, tak sanggup mengusir kau yang manis,' katanya meluncur begitu saja dari seluruh hadirin yang mengenal lagu itu. Walau cuma gitar, namun dentingan senar-senarnya menjadi latar belakang lagu yang bisa menimbulkan kenangan hadirin.