Thursday, February 24, 2011

PVMBG Pelajari Kemungkinan Meluasnya Gempa Trenggalek

REPUBLIKA.CO.ID,TRENGGALEK--Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mempelajari kemungkinan meluasnya aktivitas gempa sporadis yang dirasakan warga Trenggalek, Tulungagung, dan Ponorogo hingga patahan Girindulu, Kabupaten Pacitan, yang diprediksi dapat memicu terjadinya gempa besar. 'Secara teori, kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tapi, kami akan mempelajari dulu hasil penelitian terkait kemungkinan adanya aktivitas tektonik di sekitar sesar Girindulu itu,' kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Bencana Geologi PVMBG, Gede Swastika, kepada ANTARA di Trenggalek, Jawa Timur, Kamis.

Bila aktivitas pada salah satu patahan besar Pulau Jawa itu benar-benar terjadi, efek gempa dengan skala lebih besar bisa terjadi dengan efek getaran yang meluas. Hal itu sebagai akibat pergerakan retakan pada sisi lempeng bumi yang berada di selatan Pulau Jawa sebagaimana pernah terjadi pada aktivitas sesar Opak yang menyebabkan gempa berskala besar di kawasan pesisir selatan Yogyakarta akhir 2004.

Namun dia tidak mau buru-buru mengambil kesimpulan tersebut. Gempa tektonik pada sebagian besar kawasan Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, dan di daerah-daerah di sekitar lereng Gunung Wilis, jelas dia, bagian dari skenario pergerakan patahan Grindulu. Ia mengemukakan saat ini banyak patahan-patahan kecil yang bergerak satu sama lain sehingga mengalami tumbukan halus dan menghasilkan suara disertai getaran lokal seperti dirasakan masyarakat pesisir selatan Trenggalek.

'Tapi apakah gempa-gempa mikro ini akan memicu terjadinya gempa makro akibat pergerakan atau aktivitas patahan besar (sesar) Grindulu, kami akan pelajari dulu,' ujarnya usai memasang seimograf di Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek itu. Di Pulau Jawa terdapat tiga patahan besar, yakni di Cimandiri (Jawa Barat), Opak (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Grindulu yang membelah Kabupaten Pacitan dengan Kabupaten Ponorogo.

Selain tiga patahan besar itu, terdapat banyak patahan kecil yang berada di lempeng bumi Pulau Jawa. Gambaran mengenai sesar besar dan sesar kecil atau biasa diistilahkan sebagai patahan lokal itu biasanya terlihat jelas dalam peta. Sesar besar tergambar dengan garis tidak beratur yang lebih tebal dan memanjang, sementara sesar kecil terlukis seperti serabut tidak beraturan dengan ukuran pendek-pendek.

'Gempa mikro yang dirasakan masyarakat Trenggalek, Ponorogo, maupun daerah sekitar lereng Gunung Wilis lain itu terjadi akibat ada aktivitas pada patahan lokal ini. 'Zonasi daerah sini memang tidak stabil,' terang dia. Karenanya, PVMBG berencana melanjutkan pemantauan ke daerah-daerah lain yang ada di sekitar kawasan lereng Wilis. Tidak hanya di Kabupaten Ponorogo dan Trenggalek, tetapi juga akan diteruskan dengan melakukan kajian lapangan ke Kabupaten Tulungagung, Madiun, Nganjuk, dan Kediri. Penelitian serupa juga direncanakan di area jalur patahan Grindulu yang ada di Kabupaten Pacitan.

'Kalau melihat kasus yang sama seperti pernah terjadi di Lampung dan Bandung Timur pada akhir 2009 hingga awal 2010 lalu, gempa mikro seperti ini biasanya akan berhenti dengan sendirinya, mungkin hingga tiga bulan tanpa disertai bencana lebih besar,' ujarnya. Penegasan atas pernyataannya yang terakhir ini dimaksudkan agar masyarakat tidak panik dengan fenomena gempa sporadis yang mulai dirasakan sejak tiga pekan lalu tersebut tanpa kehilangan kewaspadaan.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebencanaan BPBD Trenggalek, Sukamto mengatakan, pihaknya telah mengimbau kepada seluruh perangkat tingkat kecamatan hingga desa di kawasan pesisir selatan Trenggalek agar bersikap waspada bencana. Upaya antisipasi secara dini itu mereka berlakukan dengan asumsi gempa sporadis dengan intensitas berkisar antara 1-3,2 skala Richter yang terjadi secara terus-menerus bisa memicu terjadinya retakan tanah yang berlanjut menjadi bencana tanah longsor.

Warga di masing-masing desa yang masuk daerah rawan diminta menyiapkan tanah liat untuk menambal retakan yang muncul. Sebab, hanya material tanah liat yang bisa merekatkan dan mengisi retakan tanah yang muncul dari perut bumi. 'Air yang masuk ke dalam tanah akan memicu rapuhnya tekstur tanah hingga menyebabkan longsor. Kondisi semacam ini bisa berbahaya mengingat kawasan kami banyak memiliki dataran tinggi,' kata Kabag Humas Pemkab Trenggalek, Yoso Mihardi.