Thursday, February 24, 2011

Libya Rusuh, Pasar Global Terguncang

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Ketegangan di Libya mengirimkan guncangan baru ke seluruh pasar-pasar keuangan pada Kamis. Harga saham jatuh, minyak melambung mendekati 120 dolar Amerika Serikat dan dollar jatuh ke rekor terendah terhadap 'safe haven' franc Swiss.

Pasar saham utama Eropa memperpanjang kerugian baru-baru ini, dengan sentimen akibat gangguan pemimpin Libya Moamer Kadhafi yang bersikeras mempertahankan kekuasaannya, meski lawan-lawannya
tampak menguasai sangat luas negara itu.

Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April menguat setinggi 119,79 dolar AS per barel, yang merupakan level tertinggi sejak 22 Agustus 2008. Pelonjakan harga karena kekerasan Libya memicu kekhawatiran pasokan di Timur Tengah dan Afrika Utara.

'Gangguan dan ketidakpastian di seluruh Afrika Utara tetap marak dan pasar Eropa berada di merah sekali lagi,' kata analis Capital Spreads, Simon Denham. 'Pagi ini kita telah melihat lonjakan minyak lebih lanjut dengan Brent hampir mencapai 120 dolar AS per barel.'

Perusahaan-perusahaan energi asing telah menghentikan atau memangkas produksinya dari Libya sebagai akibat kekerasan. Perusahaan minyak terbesar Spanyol, Repsol, menghentikan produksi awal pekan ini, karena protes anti-pemerintah menyebar di Libya.

ENI Italia, perusahaan energi asing terbesar utama di Libya, Kamis (24/2) mengatakan pihaknya telah mengurangi produksi minyak dalam negeri dengan lebih dari 50 persen karena sedang berlangsung kerusuhan.

Raksasa energi Inggris, BP, telah mengevakuasi semua staf asing dari negara yang bergolak itu. Kebanyakan pasar saham Asia juga jatuh pada Kamis karena para pedagang khawatir tentang kekacauan di Libya dan kemungkinan penularan lebih jauh ke dunia Arab kaya minyak lainnya.

Hong Kong jatuh 1,34 persen dan Tokyo turun 1,19 persen, sedangkan Sydney ditutup turun 0,75 persen. Kadhafi telah bersumpah pada Selasa akan membersihkan lawab-lawannya 'dari rumah ke rumah' dan 'inci demi inci', yang mendatangkan kecaman dari Presiden AS Barack Obama.

Dengan pembatasan pengiriman minyak mentah Libya, minyak mentah Brent North Sea -- yang lebih sensitif terhadap kerusuhan Timur Tengah karena ketergantungan Eropa yang lebih besar pada minyak dari wilayah ini -- telah melonjak minggu ini.