Friday, March 11, 2011

“Kami Selamat karena Tak Terjebak Panik”

1826078620X310 Kami Selamat karena Tak Terjebak Panik AFP PHOTO/JIJI PRESS Warga Jepang di Kota Sendai, Fukushima berkumpul di taman setelah gempa berkekuatan 8,9 mengguncang Jepang, Jumat (11/3/2011). Mereka mengenakan pelindung kepala untuk mengamankan diri.

KOMPAS.com – Meski berjarak 500 kilometer dari pusat gempa, ketakutan luar biasa dirasakan sejumlah warga negara Indonesia yang berada di Hamamatsu, Perfectur Shizuoka, Jepang. Namun, mereka tetap selamat karena percaya pada sistem evakuasi dan tak terjebak kepanikan.

"Lima menit pertama saat gempa sampai pukul 15.18 waktu Jepang atau 13.18 WIB adalah saat paling menakutkan. Saat itu, kami sedang dalam kondisi bekerja, lalu diinstruksikan berlindung di bawah meja," kata Bastian Widyantoro (31), WNI yang bekerja di perusahaan swasta kepada Kompas.com, Jumat (11/3/2011) malam.

Widyantoro menceritakan, sekitar satu menit berada di bawah meja, benda-benda berjatuhan, dan gempa tak berhenti juga sampai sekitar setengah jam. "Setelah gempanya tidak terlalu mengguncang, instruktur menyuruh kami untuk segera keluar ruangan menuju tempat evakuasi," ujarnya.

Di tempat evakuasi, tutur Widyantoro, tiap divisi kemudian didata siapa yang belum ada atau sudah lengkap. Ketika keadaan sudah membaik, seluruh karyawan masuk ke dalam ruangan kembali. "Untungnya semua selamat, tapi kebanyakan karyawan juga ketakutan termasuk orang Jepang. Menurut mereka gempa kali ini adalah yang terhebat," ceritanya.

Hal yang perlu diacungi jempol dari orang Jepang saat terjadi gempa adalah sikap tidak panik. Umumnya, kepanikan seseorang saat gempa seperti spontan berlari keluar ruangan atau cepat-cepat menuruni tangga malahan menyebabkan dirinya celaka. "Hebatnya mereka tidak histeris. Rata-rata mereka sudah terlatih. Sementara kami, karena tak segera disuruh keluar terlihat lebih panik saat gempa berlangsung. Namun, kami tetap bertahan menunggu instruksi untuk evakuasi, dan kami selamat," paparnya.

Senada dengan cerita Widyantoro, Oktavia Pambudi (29), WNI yang juga bekerja di Hamamatsu tetap bertahan di bawah meja dan menunggu peringatan untuk evakuasi. "Ya takut, pusing, gemeteran di bawah meja. Tapi saya percaya sama sistem evakuasi dan bangunan di Jepang memang dirancang tahan gempa," ujarnya.

Putri (23), seorang Warga Negara Indonesia yang bekerja di Saitama, Misato, Jepang, kepada Kompas.com menuturkan betapa terlatihnya orang Jepang menghadapi gempa. "Waktu awal-awal gempa, orang-orang Jepang itu terlihat tenang. Malahan dalam kondisi gempa yang guncangannya belum kencang ada yang mau ngehidupin televisi," ceritanya.

Saat ini, ujar Putri, guncangan gempa-gempa susulan masih dirasakan warga. Suasana masih kacau lantaran kemacetan lalu lintas di semua ruas jalan. Mereka masih meningkatkan waspada dan tak panik.