Friday, March 11, 2011

Keistimewaan Yogyakarta Untuk Rakyat

20110121022307yudhoyono1 Keistimewaan Yogyakarta Untuk Rakyat

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (ANTARA)

Jika mekanisme penentuan gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui penetapan selalu “dibenturkan” dengan makna demokrasi harus melalui pemilihan, maka sampai kapan pun konsep pemerintah pusat itu selalu berhadap-hadapan dengan rakyat yang menginginkan penetapan.

Pemerintah pusat yang mengajukan konsep bahwa gubernur dan wakil gubernur DIY harus ditentukan melalui pemilihan, bukan melalui penetapan karena dinilai mekanisme ini tidak demokratis, selalu “berbenturan” dengan keinginan rakyat di daerah ini yang menghendaki penetapan.

Oleh karena itu, wacana gubernur utama dan wakil gubernur utama yang diusung pemerintah pusat sebagai solusi atau jalan tengah untuk meredam penolakan rakyat DIY atas mekanisme pemilihan, tampaknya membentur kokohnya keinginan rakyat di daerah ini bahwa gubernur dan wakil gubernurnya harus ditetapkan, bukan dipilih.

Seperti ditegaskan Sultan Hamengku Buwono X ketika menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI untuk menjaring aspirasi masyarakat terkait Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY, dirinya tetap konsisten dengan sikap sebelumnya, yakni tidak sependapat dengan wacana gubernur utama.

Sebab, menurut Sultan, wacana gubernur utama tidak sesuai dengan aspirasi rakyat DIY. “Ketika ada dualisme kepemimpinan, rakyat bingung karena ada sultan dan gubernur. Ketika ada masalah yang menyangkut rakyat, mengadu ke sultan, padahal kapasitasnya terbatas,” katanya.

Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, dirinya mendengarkan aspirasi rakyat dalam menyampaikan pendapat terkait RUUK DIY.

“Sultan sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Gubernur DIY tetap mendengarkan aspirasi masyarakat Yogyakarta,” katanya.

Terkait dengan hal itu, menurut dia berdasarkan filosofi kultural, gelar Hamengku Buwono merupakan amanah yang perlu dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

“Dalam pertemuan dengan Komisi II DPR kali ini, saya tidak menyampaikan pendapat atau pandangan mengenai RUUK DIY, karena sudah disampaikan saat pertemuan dengan DPR di Jakarta beberapa waktu lalu,” katanya.

Filosofi Masyarakat

RUUK DIY dari pemerintah pusat yang konsepnya mencantumkan “pararadya” atau gubernur utama, tidak sesuai dengan filosofi dan kultural masyarakat setempat, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sunyoto Usman.

“Oleh karena itu, konsep tersebut perlu dievaluasi dan diperbaiki,” katanya dalam pertemuan akademisi UGM dengan Komisi II DPR RI dan Komite I DPD dalam rangka penjaringan aspirasi terkait dengan RUUK DIY, di Yogyakarta, Kamis (10/3).

Selain itu, menurut dia, keistimewaan DIY tidak hanya terletak pada posisi gubernur dan wakil gubernur, melainkan juga keistimewaan bidang pertanahan, keuangan, dan kebudayaan.

“Pembahasan RUUK DIY tidak hanya merespons masa lalu atau menjawab konteks kekinian, melainkan untuk menjawab tantangan yang dihadapi DIY dan Bangsa ke depan,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM ini.

Ia mengatakan poin-poin keistimewaan yang ada saat ini kebanyakan sudah banyak yang telah disepakati, karena sudah dibahas kalangan DPR periode sebelumnya.

Namun, kata dia, posisi gubernur dan wakil gubernur masih menjadi bahan perdebatan di kalangan DPR dan pemerintah.

“Jika melihat arus yang ada sekarang di masyarakat, arahnya ke penetapan, tetapi jika nanti hasilnya lain, maka memberikan dampak sosiologis yang cukup besar,” katanya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum UGM Sudjito mengatakan pimpinan dan anggota Komisi II DPR diharapkan mampu menyerap aspirasi rakyat, dan tidak membawa kepentingan politik sesaat dalam pembahasan RUUK DIY.

“Penyusunan dan penyerapan aspirasi RUUK DIY sebaiknya dilakukan secara `bottom up`, bukan `top down`. Jangan sampai apirasi rakyat DIY dipolitisisasi,” katanya.

Menurut dia, draf dari pemerintah pusat tentang RUUK DIY saat ini perlu ditinjau dan diperbaiki, karena ditemukan banyak terminologi yang tidak jelas, di antaranya istilah gubernur utama.

Di banyak negara, kata dia, konsep tersebut tidak ditemukan, dan tampaknya itu hanya akal-akalan untuk mengganti istilah pararadya menjadi gubernur utama.

Pengamat politik dari UGM Ari Dwipayana mengatakan pembahasan RUUK DIY merupakan bagian penting dari pembahasan problematika keindonesian terkait asimetris desentralisasi yang sudah dilakukan di Aceh dan Papua.

“RUUK DIY tidak hanya untuk merespons kepentingan jangka pendek atau kepentingan Pemilu 2014, tetapi juga untuk kepentingan jangka panjang,” katanya.

Keistimewaan di Penetapan

Anggota Komisi II DPR RI Nurul Arifin menilai keistimewaan Yogyakarta yang sesungguhnya terletak dalam penentuan gubernur dan wakil gubernur melalui sistem penetapan.

“Selain sisi historis dan budaya, keistimewaan Yogyakarta sesungguhnya terletak di penetapan gubernur dan wakil gubernur,” katanya usai penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan Komisi II DPR di rumah dinas bupati Sleman, Jumat.

Menurut dia, pihaknya berjuang keras agar pembahasan RUUK DIY di DPR nanti dapat memutuskan mekanisme penetapan dalam penentuan gubernur dan wakil gubernur.

“Memang saat ini masih banyak pertentangan di DPR antara mekanisme pemilihan dan penetapan, namun saya mendorong teman-teman di Fraksi Golongan Karya agar satu pendapat yakni penetapan,” katanya.

Ia mengatakan, berlarutnya pembahasan RUUK DIY karena ada banyak kepentingan di balik itu, baik kepentingan politik, ekonomi maupun kepentingan lain.

“Saya bisa merasakan ini, banyak kepentingan yang bermain dalam pembahasan RUUK DIY. Namun, saya tetap berjuang untuk menyampaikan dan meloloskan aspirasi masyarakat Yogyakarta,” katanya.

Nurul mengatakan sebenarnya eksekutif tidak perlu terlalu kaku dalam masalah ini, dan menyerahkan semuanya kepada kehendak rakyat.

“Serahkan semua kepada rakyat Yogyakarta. Jika saat ini rakyat menghendaki penetapan Sultan sebagai gubernur, dilaksanakan saja. Ini nanti terus berproses, dan rakyat yang menilai serta menentukan, sehingga jika nanti rakyat sudah tidak menghendaki penetapan, pakai mekanisme lain,” katanya.

Ia mengatakan belajar dari pemberontakan rakyat yang terjadi di sejumlah negara di kawasan Timur Tengah, dapat diambil garis tengahnya, jika rakyat tidak menghendaki, maka terjadi penolakan.

“Ini sama saja dengan mekanisme penetapan, jika rakyat masih merasa Sultan mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan, mereka tentunya masih menghendaki Sultan sebagai gubernur. Jika tidak lagi, rakyat tentunya juga bersikap,” katanya.

Meliputi Berbagai Bidang

Paguyuban kepala desa dan perangkat desa se-DIY, “Ismaya” menghendaki keistimewaan provinsi ini tidak hanya menyangkut penetapan kepala daerah, tetapi juga meliputi beberapa bidang.

“Kami menghendaki keistimewaan Yogyakarta juga meliputi bidang pendidikan, kebudayaan, pertanahan, dan adat istiadat. Semua itu harus bersifat istimewa,” kata Ketua `Ismaya` Mulyadi di sela kunjungan kerja Komisi II DPR RI di kantor gubernur DIY, Kepatihan Yogyakarta, Kamis (10/3).

Menurut dia, di DIY tidak pernah terjadi pemilihan kepala daerah, karena yang ada penetapan. Namun, keistimewaan Yogyakarta juga harus memperhatikan wilayah atau bekas Swapraja Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman untuk dipertahankan.

“Pemerintah bersifat istimewa sebagai penyelenggaraan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional. Dalam penyelenggaraan pemerintahan bersifat langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden,” katanya.

Ia mengatakan Ismaya mewakili masyarakat DIY secara tegas menginginkan penetapan dalam mekanisme penentuan kepala daerah di provinsi ini.

“Penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY itu sesuai dengan ijab qabul dan Maklumat 5 September 1945,” katanya.

Menurut dia, Ismaya yang beranggotakan 399 kepala desa, dan 2.362 perangkat desa, setiap hari melayani masyarakat dan mendengar langsung apa yang dikehendaki dalam memperjuangkan RUUK DIY.

“Kami mohon rakyat Yogyakarta jangan dikhianati, apalagi diingkari haknya. Aspirasi rakyat Yogyakarta hendaknya diperhatikan dalam pembahasan RUUK DIY,” katanya.

Belum Ada Kesimpulan

Komisi II DPR RI belum menyimpulkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat terkait dengan RUUK DIY.

“Kami belum bisa menyimpulkannya, semua ditampung dulu, dan nanti dibawa dalam rapat di Jakarta yang diikuti seluruh anggota Komisi II,” kata Ketua Panitia Kerja RUUK DIY Chairuman Hararap usai penjaringan aspirasi di rumah dinas bupati Sleman, Jumat.

Menurut dia, apa yang saat ini didengar dari wakil masyarakat dijadikan dasar dalam pembahasan RUUK DIY.

“Kami gunakan ini sebagai dasar dalam pembahasan, dan masukan dari masyarakat ini dipertimbangkan khususnya untuk kebaikan ke depan,” katanya.

Ia mengatakan pembahasan RUUK DIY tidak hanya terkait mekanisme penentuan gubernur dan wakil gubernur, tetapi juga hal-hal krusial lainnya. “Misalnya masalah anggaran untuk keistimewaan DIY ini, tentu harus berbeda dengan daerah-daerah lainnya,” katanya.

Chairuman mengatakan banyak masukan yang didapat dari penjaringan aspirasi masyarakat, dan ini harus disampaikan di DPR. “Kami tetap konsisten membawa aspirasi masyarakat. Apa yang diinginkan masyarakat, disampaikan di DPR,” katanya.

Menurut dia, termasuk aspirasi dari kalangan akademisi. Kunjungan kerja Komisi II DPR ke UGM juga dalam rangka menggali aspirasi dari kalangan akademisi untuk mendapatkan berbagai masukan sebagai daftar isian masalah untuk bahan pembahasan perumusan RUUK DIY di masing-masing fraksi DPR RI.

“Kami telah mendapatkan berbagai masukan dari pakar politik, hukum, sosiologi, tata negara hingga pertanahan. Kehadiran kami ke UGM karena kami memandang banyak intelektual di UGM yang memiliki pemikiran merdeka dan murni,” katanya. (M008*V001/Z002/K004)